Riba Menurut Muhammad Syafi’i Antonio
![]() |
Buku Karya Muhammad Syafi'i Antonio yang berjudul Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik |
Assalamu’alaikum.
Kembali lagi pada artikel kami,
kali ini kita akan sedikit membahas mengenai riba. Pembahasan ini merupakan
kutipan langsung dari dari Muhammad Syafi’i Antonio yang berjudul Bank
Syariah: Dari Teori ke Praktik yang cetakan pertamanya diterbitkan pada tahun 2001 oleh
Gema Insani di Jakarta.
Buku ini banyak sekali dijadikan
pedoman baik oleh akademisi maupun praktisi untuk mendefinisikan mengenai riba.
Riba
dalam Kamus Bahasa Indonesia berartikan dengan bunga uang. Sedangkan menurut
Abdullah Saeed dalam Muhammad Syafi’i Antonio (2001: 37) Riba secara bahasa
bermakna ziyadah (tambahan). Dalam
pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat pendapat dalam menjelaskan
riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam
secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Jenis riba sendiri diantaranya
adalah:
a.
Riba qord suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
b. Riba jahiliyyah adalah utang dibayar
lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar untangnya pada
waktu yang ditetapkan.
c.
Riba fadhl pertukaran antarbarang
sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang
dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
d. Riba nasi’ah
adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan,
perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan
kemudian.
Salah satu dalil mengenai riba tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat
berdiri, melainkan seperti orang berdirinya orang yang kemasukan setan karena
gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba.
Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa
mendapatkan peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Barang siapa yang mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.”
Nah selanjutnya kita akan
berkenalan dengan barang ribawi, pendefinisian barang ribawi ini merupakan hal
yang sangat penting, karena dengan mengenal barang-barang ribawi, kita jadi
tahu yang mana aktivitas riba dan yang mana aktivitas bukan riba. barang ribawi
tersebut diantaranya:
a.
Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
b.
Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan
tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Implikasi
ketentuan tukar-menukar antarbarang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai
berikut:
a.
Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar
yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual beli.
Misalnya, rupiah dengan rupiah hendaklah Rp. 5.000,00 dengan Rp. 5.000,00 dan
diserahkan ketika tukar-menukar.
b.
Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan
jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad
jual beli. Misalnya, Rp. 5.000,00 dengan 1 Dollar Amerika.
c.
Jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama
dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya mata uang (emas,
perak, atau kertas) dengan pakaian.
d.
Jual beli antara barang yang bukan barang-barang ribawi diperbolehkan tanpa
persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian dengan barang
elektronik.
Nah artikel ini kami cukupkan
samapai disini, seoga bermanfaat dan sampai jumpa.
Wassalamu’alaikum.